Inna
fir‘auna ‘alā fil-arḍi wa ja‘ala ahlahā syiya‘ay yastaḍ‘ifu ṭā'ifatam
minhum yużabbiḥu abnā'ahum wa yastaḥyī nisā'ahum, innahū kāna
minal-mufsidīn(a).
Sesungguhnya
Firʻaun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan
penduduknya berpecah-belah. Dia menindas segolongan dari mereka (Bani
Israil). Dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak
perempuannya. Sesungguhnya dia (Firʻaun) termasuk orang-orang yang
berbuat kerusakan.
Wa nurīdu an namunna ‘alal-lażīnastuḍ‘ifū fil-arḍi wa naj‘alahum a'immataw wa naj‘alahumul-wāriṡīn(a).
Kami
berkehendak untuk memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di
bumi (Mesir) itu, menjadikan mereka para pemimpin, dan menjadikan mereka
orang-orang yang mewarisi (bumi).
Wa numakkina lahum fil-arḍi wa nuriya fir‘auna wa hāmāna wa junūdahumā minhum mā kānū yaḥżarūn(a).
Kami
pun (berkehendak untuk) meneguhkan kedudukan mereka (Bani Israil) di
bumi dan memperlihatkan kepada Firʻaun, Haman, dan bala tentaranya apa
yang selalu mereka takutkan dari mereka (Bani Israil).557)
Catatan Kaki
557) Fir‘aun selalu takut kerajaannya akan dihancurkan oleh Bani Israil. Oleh karena itu, dia membunuh setiap bayi laki-laki Bani Israil. Ayat ini menyatakan bahwa apa yang ditakutkannya itu akan terjadi.
Wa
auḥainā ilā mūsā an arḍi‘īh(i), fa'iżā khifti ‘alaihi fa'alqīhi fil
yammi wa lā takhāfī wa lā taḥzanī, innā rāddūhu ilaiki wa jā‘ilūhu
minal-mursalīn(a).
Kami
mengilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia (Musa). Jika engkau
khawatir atas (keselamatan)-nya, hanyutkanlah dia ke sungai (Nil dalam
sebuah peti yang mengapung). Janganlah engkau takut dan janganlah (pula)
bersedih. Sesungguhnya Kami pasti mengembalikannya kepadamu dan
menjadikannya sebagai salah seorang rasul.”
Faltaqaṭahū ālu fir‘auna liyakūna lahum ‘aduwwaw wa ḥazanā(n), inna fir‘auna wa hāmāna wa junūdahumā kānū khāṭi'īn(a).
Kemudian,
keluarga Firʻaun memungutnya agar (kelak) dia menjadi musuh dan
(penyebab) kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Firʻaun, Haman, dan bala
tentaranya adalah orang-orang salah.
Wa
qālatimra'atu fir‘auna qurratu ‘ainil lī wa lak(a), lā taqtulūh(u),
‘asā ay yanfa‘anā au nattakhiżahū waladaw wa hum lā yasy‘urūn(a).
Istri
Firʻaun berkata (kepadanya), “(Anak ini) adalah penyejuk hati bagiku
dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya. Mudah-mudahan dia memberi
manfaat bagi kita atau kita mengambilnya sebagai anak.” Mereka tidak
menyadari (bahwa anak itulah, Musa, yang kelak menjadi sebab kebinasaan
mereka).
Wa aṣbaḥa fu'ādu ummi mūsā fārigā(n), in kādat latubdī bihī lau lā ar rabaṭnā ‘alā qalbihā litakūna minal-mu'minīn(a).
Hati ibu Musa menjadi hampa.558)
Sungguh, hampir saja dia mengungkapkan (bahwa bayi itu adalah anaknya),
seandainya Kami tidak meneguhkan hatinya agar dia termasuk orang-orang
yang beriman (kepada janji Allah).
Catatan Kaki
558) Setelah ibunda Nabi Musa a.s. menghanyutkan Musa kecil di sungai Nil, dia menyesal dan khawatir anaknya tidak akan selamat. Ia hampir saja berteriak meminta tolong kepada orang lain untuk mengambil anaknya itu kembali, suatu tindakan yang dapat membocorkan rahasia bahwa Musa adalah anaknya sendiri.
Wa qālat li'ukhtihī quṣṣīh(i), fabaṣurat bihī ‘an junubiw wa hum lā yasy‘urūn(a).
Dia
(ibu Musa) berkata kepada saudara perempuan Musa, “Ikutilah jejaknya.”
Kemudian, dia melihatnya dari kejauhan, sedangkan mereka (pengikut
Firʻaun) tidak menyadarinya.
Wa ḥarramnā ‘alaihil-marāḍi‘a min qablu faqālat hal adullukum ‘alā ahli baitiy yakfulūnahū lakum wa hum lahū nāṣiḥūn(a).
Kami
mencegahnya (Musa) menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau
menyusui(-nya) sebelum (kembali ke pangkuan ibunya). Berkatalah dia
(saudara perempuan Musa), “Maukah aku tunjukkan kepadamu keluarga yang
akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?”
Faradadnāhu
ilā ummihī kai taqarra ‘ainuhā wa lā taḥzana wa lita‘lama anna
wa‘dallāhi ḥaqquw wa lākinna akṡarahum lā ya‘lamūn(a).
Lalu,
Kami mengembalikan dia (Musa) kepada ibunya agar senang hatinya serta
tidak bersedih, dan agar dia mengetahui bahwa janji Allah adalah benar,
tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya.
Wa lammā balaga asyuddahū wastawā ātaināhu ḥukmaw wa ‘ilmā(n), wa każālika najzil-muḥsinīn(a).
Setelah
dia (Musa) dewasa dan sempurna akalnya, Kami menganugerahkan kepadanya
hikmah dan pengetahuan. Demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat kebajikan.
Wa
dakhalal-madīnata ‘alā ḥīni gaflatim min ahlihā fawajada fīhā rajulaini
yaqtatilān(i), hāżā min syī‘atihī wa hāżā min ‘aduwwih(ī),
fastagāṡahul-lażī min syī‘atihī ‘alal-lażī min ‘aduwwih(ī), fawakazahū
mūsā faqaḍā ‘alaih(i), qāla hāżā min ‘amalisy-syaiṭān(i), innahū
‘aduwwum muḍillum mubīn(un).
Dia (Musa) masuk ke kota559)
ketika penduduknya sedang lengah. Dia mendapati di dalam kota itu dua
orang laki-laki yang sedang berkelahi, seorang dari golongannya (Bani
Israil) dan seorang (lagi) dari golongan musuhnya (kaum Firʻaun). Orang
yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya untuk (mengalahkan)
orang yang dari golongan musuhnya. Musa lalu memukulnya dan (tanpa
sengaja) membunuhnya. Dia berkata, “Ini termasuk perbuatan setan.
Sesungguhnya dia adalah musuh yang jelas-jelas menyesatkan.”
Catatan Kaki
559) Menurut sebagian mufasir, kota itu adalah Memphis yang terletak di Mesir bagian utara.
Dia
(Musa) berdoa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku
sendiri, maka ampunilah aku.” Dia (Allah) lalu mengampuninya.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dia
(Musa) berkata, “Ya Tuhanku, karena nikmat yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku, (tuntunlah aku) sehingga aku tidak akan menjadi
penolong bagi orang-orang yang berbuat durhaka.”
Karena
(peristiwa) itu, dia (Musa) menjadi ketakutan berada di kota sambil
menunggu (akibat dari apa yang dilakukannya). Tiba-tiba orang yang
kemarin meminta pertolongan berteriak-teriak meminta pertolongan lagi
kepadanya. Musa berkata kepadanya, “Sesungguhnya engkau adalah orang
yang jelas-jelas sesat.”
Falammā
an arāda ay yabṭisya bil-lażī huwa ‘aduwwul lahumā, qāla yā mūsā
aturīdu an taqtulanī kamā qatalta nafsam bil-ams(i), in turīdu illā an
takūna jabbāran fil-arḍi wa mā turīdu an takūna minal-muṣliḥīn(a).
Ketika
dia (Musa) hendak memukul orang yang merupakan musuh mereka berdua, dia
(musuhnya) berkata, “Wahai Musa, apakah engkau bermaksud membunuhku
sebagaimana kemarin engkau membunuh seseorang? Engkau hanya bermaksud
menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini) dan tidak
bermaksud menjadi salah satu dari orang-orang yang mengadakan
perdamaian.”
Wa
jā'a rajulum min aqṣal-madīnati yas‘ā, qāla yā mūsā innal-mala'a
ya'tamirūna bika liyaqtulūka fakhruj innī laka minan-nāṣiḥīn(a).
Seorang
laki-laki datang bergegas dari ujung kota seraya berkata, “Wahai Musa,
sesungguhnya para pembesar negeri sedang berunding tentang engkau untuk
membunuhmu. Maka, (lekaslah engkau) keluar (dari kota ini). Sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.”
Wa
lammā warada mā'a madyana wajada ‘alaihi ummatam minan-nāsi yasqūn(a),
wa wajada min dūnihimumra'ataini tażūdān(i), qāla mā khaṭbukumā, qālatā
lā nasqī ḥattā yuṣdirar-ri‘ā'u wa abūnā syaikhun kabīr(un).
Ketika
sampai di sumber air negeri Madyan, dia menjumpai di sana sekumpulan
orang yang sedang memberi minum (ternaknya) dan dia menjumpai di
belakang mereka ada dua orang perempuan sedang menghalau (ternaknya dari
sumber air). Dia (Musa) berkata, “Apa maksudmu (berbuat begitu)?” Kedua
(perempuan) itu menjawab, “Kami tidak dapat memberi minum (ternak kami)
sebelum para penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedangkan ayah
kami adalah orang tua yang telah lanjut usia.”
Maka,
dia (Musa) memberi minum (ternak) kedua perempuan itu. Dia kemudian
berpindah ke tempat yang teduh, lalu berdoa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya
aku sangat memerlukan suatu kebaikan (rezeki) yang Engkau turunkan
kepadaku.”
Lalu,
datanglah kepada Musa salah seorang dari keduanya itu sambil berjalan
dengan malu-malu. Dia berkata, “Sesungguhnya ayahku mengundangmu untuk
memberi balasan sebagai imbalan atas (kebaikan)-mu memberi minum
(ternak) kami.” Ketika (Musa) mendatanginya dan menceritakan kepadanya
kisah (dirinya), dia berkata, “Janganlah engkau takut! Engkau telah
selamat dari orang-orang yang zalim itu.”
Salah
seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, “Wahai ayahku,
pekerjakanlah dia. Sesungguhnya sebaik-baik orang yang engkau pekerjakan
adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”
Qāla
innī urīdu an unkiḥaka iḥdabnatayya hātaini ‘alā an ta'juranī ṡamāniya
ḥijaj(in), fa'in atmamta ‘asyran famin ‘indik(a), wa mā urīdu an asyuqqa
‘alaik(a), satajidunī in syā'allāhu minaṣ-ṣāliḥīn(a).
Dia
(ayah kedua perempuan itu) berkata, “Sesungguhnya aku bermaksud
menikahkanmu dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini dengan
ketentuan bahwa engkau bekerja padaku selama delapan tahun. Jika engkau
menyempurnakannya sepuluh tahun, itu adalah (suatu kebaikan) darimu.
Aku tidak bermaksud memberatkanmu. Insyaallah engkau akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang baik.”
Dia
(Musa) berkata, “Itu (perjanjian) antara aku dan engkau. Yang mana saja
dari kedua waktu yang ditentukan itu yang aku sempurnakan, maka tidak
ada tuntutan atas diriku (lagi). Allah menjadi saksi atas apa yang kita
ucapkan.”
Falammā
qaḍā mūsal-ajala wa sāra bi'ahlihī ānasa min jānibiṭ-ṭūri nārā(n), qāla
li'ahlihimkuṡū innī ānastu nāral la‘allī ātīkum minhā bikhabarin au
jażwatim minan-nāri la‘allakum taṣṭalūn(a).
Maka, ketika Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan itu dan berangkat dengan istrinya,561)
dia melihat api di lereng gunung. Dia berkata kepada keluarganya,
“Tunggulah (di sini). Sesungguhnya aku melihat api. Mudah-mudahan aku
dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa)
sepercik api agar kamu dapat menghangatkan badan (dekat api).”
Catatan Kaki
561) Setelah Nabi Musa a.s. menyelesaikan hal yang dijanjikan kepada mertuanya, Syekh Madyan, ia berangkat bersama istrinya ke Mesir untuk menjumpai ibunya.
Falammā
atāhā nūdiya min syāṭi'il wādil aimani fil buq‘atil mubārakati minasy
syajarati ay yā mūsā innī anallāhu rabbul-‘ālamīn(a).
Maka,
ketika dia (Musa) mendatangi (api) itu, dia dipanggil dari pinggir
lembah di sebelah kanan (Musa) dari (arah) pohon di sebidang tanah yang
diberkahi. “Wahai Musa, sesungguhnya Aku adalah Allah, Tuhan semesta
alam.562)
Catatan Kaki
562) Di tempat dan saat itulah Nabi Musa a.s. diangkat sebagai rasul.
Wa
alqi ‘aṣāk(a), falammā ra'āhā tahtazzu ka'annahā jānnuw wallā mudbiraw
wa lam yu‘aqqib, yā mūsā aqbil wa lā takhaf, innaka minal-āminīn(a).
Lemparkanlah
tongkatmu!” Maka, ketika dia (Musa) melihatnya bergerak-gerak seperti
seekor ular kecil yang gesit, dia lari berbalik ke belakang tanpa
menoleh. (Allah berfirman,) “Wahai Musa, kemarilah dan jangan takut!
Sesungguhnya engkau termasuk orang-orang yang aman.563)
Catatan Kaki
563) Kisah serupa terdapat pada surah Ṭāhā (20): 20.
Usluk
yadaka fī jaibika takhruj baiḍā'a min gairi sū'(in), waḍmum ilaika
janāḥaka minar-rahbi fażānika burhānāni mir rabbika ilā fir‘auna wa
mala'ih(ī), innahum kānū qauman fāsiqīn(a).
Masukkanlah
tanganmu ke leher bajumu, ia akan keluar (dalam keadaan bercahaya)
putih bukan karena cacat. Dekapkanlah kedua tanganmu jika engkau takut.
Itulah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang akan engkau tunjukkan) kepada
Firʻaun dan para pembesarnya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang
fasik.”
Wa akhī hārūnu huwa afṣaḥu minnī lisānan fa'arsilhu ma‘iya rid'ay yuṣaddiqunī, innī akhāfu ay yukażżibūn(i).
Adapun saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya daripadaku.564)
Maka, utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan
(perkataan)-ku. Sesungguhnya aku takut mereka akan mendustakanku.”
Catatan Kaki
564) Selain segan kepada Fir‘aun, Nabi Musa a.s. juga merasa kurang lancar berbicara. Maka, dia memohon kepada Allah Swt. agar mengutus Harun a.s. yang lebih lancar berbicara untuk menjadi nabi bersamanya.
Qāla
sanasyuddu ‘aḍudaka bi'akhīka wa naj‘alu lakumā sulṭānan falā yaṣilūna
ilaikumā - bi'āyātinā - antumā wa manittaba‘akumal-gālibūn(a).
Dia
(Allah) berfirman, “Kami akan menguatkanmu dengan saudaramu dan Kami
akan berikan kepadamu berdua hujah (mukjizat). Maka, mereka tidak akan
dapat mencapaimu. (Berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat
Kami. Kamu berdua dan orang yang mengikutimu adalah para pemenang.”
Ketika
Musa mendatangi mereka (Firʻaun dan pengikutnya) dengan (membawa)
mukjizat Kami yang nyata, mereka berkata, “Ini hanyalah sihir yang
dibuat-buat dan kami tidak pernah mendengar (ajakan) ini dari nenek
moyang kami dahulu.”
Wa qāla mūsā rabbī a‘lamu biman jā'a bil-hudā min ‘indihī wa man takūnu lahū ‘āqibatud-dār(i), innahū lā yufliḥuẓ-ẓālimūn(a).
Musa
menjawab, “Tuhanku lebih mengetahui siapa yang (pantas) membawa
petunjuk dari sisi-Nya dan siapa yang akan mendapat kesudahan (yang
baik) di akhirat. Sesungguhnya orang-orang zalim itu tidak beruntung.”
Wa
qāla fir‘aunu yā ayyuhal-mala'u mā ‘alimtu lakum min ilāhin gairī,
fa'auqid lī yā hāmānu ‘alaṭ-ṭīni faj‘al lī ṣarḥal la‘allī aṭṭali‘u ilā
ilāhi mūsā, wa innī la'aẓunnuhū minal-kāżibīn(a).
Firʻaun
berkata, “Wahai para pembesar, aku tidak mengetahui ada Tuhan bagimu
selainku. Wahai Haman, bakarlah tanah liat untukku (untuk membuat batu
bata), kemudian buatkanlah bangunan yang tinggi untukku agar aku dapat
naik melihat Tuhannya Musa! Sesungguhnya aku yakin bahwa dia termasuk
para pendusta.”
Wastakbara huwa wa judūduhū fil-arḍi bigairil-ḥaqqi wa ẓannū annahum ilainā lā yurja‘ūn(a).
Dia
(Firʻaun) dan bala tentaranya bersikap sombong di bumi tanpa (alasan
yang) benar. Mereka mengira bahwa sesungguhnya mereka tidak akan
dikembalikan kepada Kami.
Wa
laqad ātainā mūsal-kitāba mim ba‘di mā ahlaknal-qurūnal ūlā baṣā'ira
lin-nāsi wa hudaw wa raḥmatal la‘allahum yatażakkarūn(a).
Sungguh,
Kami benar-benar menganugerahkan kepada Musa Kitab (Taurat) setelah
Kami membinasakan generasi terdahulu sebagai penerang, petunjuk, dan
rahmat bagi manusia agar mereka mendapat pelajaran.
Wa mā kunta bijānibil-garbiyyi iż qaḍainā ilā mūsal-amra wa mā kunta minasy-syāhidīn(a).
Engkau
(Nabi Muhammad) tidak berada di sebelah barat (lembah suci Tuwa) ketika
Kami menyampaikan risalah kepada Musa. Engkau tidak (pula) termasuk
orang-orang yang menyaksikan (kejadian itu).
Wa
lākinnā ansya'nā qurūnan fataṭāwala ‘alaihimul-‘umur(u), wa mā kunta
ṡāwiyan fī ahli madyana tatlū ‘alaihim āyātinā, wa lākinnā kunnā
mursilīn(a).
Akan
tetapi, Kami telah menciptakan beberapa umat dan telah berlalu atas
mereka masa yang panjang. Engkau (Nabi Muhammad) tidak pula tinggal
bersama-sama penduduk Madyan, (sehingga dapat) membacakan ayat-ayat Kami
kepada mereka. Akan tetapi, Kamilah pengutus (para rasul).
Wa
mā kunta bijānibiṭ-ṭūri iż nādainā wa lākir raḥmatam mir rabbika
litunżira qaumam mā atāhum min nażīrim min qablika la‘allahum
yatażakkarūn(a).
Engkau
(Nabi Muhammad) tidak pula berada di dekat gunung (Sinai) ketika Kami
memanggil (Musa). Akan tetapi, (engkau mengetahuinya) semata-mata karena
rahmat dari Tuhanmu agar engkau memberi peringatan kepada kaum yang
belum didatangi oleh seorang pun pemberi peringatan sebelum engkau agar
mereka mendapat pelajaran.
Wa
lau lā an tuṣībahum muṣībatum bimā qaddamat aidīhim fayaqūlū rabbanā
lau lā arsalta ilainā rasūlan fanattabi‘a āyātika wa nakūna
minal-mu'minīn(a).
Seandainya
saja saat ditimpa azab karena apa yang mereka kerjakan mereka tidak
berdalih dengan mengatakan, “Ya Tuhan kami, mengapa Engkau tidak
mengutus seorang rasul kepada kami agar kami mengikuti ayat-ayat-Mu dan
termasuk orang-orang mukmin?” (Maka, tidak akan ada rasul yang diutus.)
Falammā
jā'ahumul-ḥaqqu min ‘indinā qālū lau lā ūtiya miṡla mā ūtiya mūsā,
awalam yakfurū bimā ūtiya mūsā min qabl(u), qālū siḥrāni taẓāharā, wa
qālū innā bikullin kāfirūn(a).
Ketika
telah datang kepada mereka kebenaran (Al-Qur’an) dari sisi Kami, mereka
berkata, “Mengapa tidak diberikan kepadanya (Nabi Muhammad mukjizat)
seperti apa yang telah diberikan kepada Musa?” Bukankah mereka itu telah
ingkar kepada apa yang diberikan kepada Musa dahulu? Mereka berkata,
“(Al-Qur’an dan Taurat adalah) dua (kitab) sihir yang saling
menguatkan.” Mereka (juga) berkata, “Sesungguhnya kami mengingkari
keduanya.”
Qul fa'tū bikitābim min ‘indillāhi huwa ahdā minhumā attabi‘hu in kuntum ṣādiqīn(a).
Katakanlah
(Nabi Muhammad), “Datangkanlah sebuah kitab dari sisi Allah yang lebih
banyak memberi petunjuk daripada keduanya (Taurat dan Al-Qur’an),
niscaya aku mengikutinya, jika kamu orang-orang benar.”
Fa
illam yastajībū laka fa‘lam annamā yattabi‘ūna ahwā'ahum, wa man aḍallu
mimmanittaba‘a hawāhu bigairi hudam minallāh(i), innallāha lā
yahdil-qaumaẓ-ẓālimīn(a).
Jika
mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa mereka hanyalah
mengikuti hawa nafsu mereka. Siapakah yang lebih sesat daripada orang
yang mengikuti keinginannya tanpa mendapat petunjuk dari Allah?
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.
Wa iżā yutlā ‘alaihim qālū āmannā bihī innahul-ḥaqqu mir rabbinā innā kunnā min qablihī muslimīn(a).
Apabila
(Al-Qur’an) dibacakan kepada mereka, mereka berkata, “Kami beriman
kepadanya. Sesungguhnya (Al-Qur’an) itu adalah suatu kebenaran dari
Tuhan kami. Sesungguhnya sebelum ini kami adalah orang-orang muslim.”
Ulā'ika yu'tauna ajrahum marrataini bimā ṣabarū wa yadra'ūna bil-ḥasanatis-sayyi'ata wa mimmā razaqnāhum yunfiqūn(a).
Mereka
itu diberi pahala dua kali (pahala beriman pada Taurat dan Al-Qur’an)
disebabkan kesabaran mereka. Mereka menolak kejahatan dengan kebaikan
dan menginfakkan sebagian rezeki yang telah Kami anugerahkan kepada
mereka.
Wa iżā sami‘ul-lagwa a‘raḍū ‘anhu wa qālū lanā a‘mālunā wa lakum a‘mālukum, salāmun ‘alaikum, lā nabtagil-jāhilīn(a).
Apabila mendengar perkataan yang buruk, mereka berpaling darinya dan
berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, salāmun
‘alaikum (semoga keselamatan tercurah kepadamu), kami tidak ingin
(bergaul dengan) orang-orang bodoh.”
Innaka lā tahdī man aḥbabta wa lākinnallāha yahdī may yasyā'(u), wa huwa a‘lamu bil-muhtadīn(a).
Sesungguhnya
engkau (Nabi Muhammad) tidak (akan dapat) memberi petunjuk kepada orang
yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia
kehendaki (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk). Dia paling
tahu tentang orang-orang yang (mau) menerima petunjuk.
Wa
qālū in natabi‘il-hudā ma‘aka nutakhaṭṭaf min arḍinā, awalam numakkil
lahum ḥaraman āminay yujbā ilaihi ṡamarātu kulli syai'ir rizqam mil
ladunnā wa lākinna akṡarahum lā ya‘lamūn(a).
Mereka
berkata, “Jika mengikuti petunjuk bersama engkau, niscaya kami akan
diusir dari negeri kami.” (Allah berfirman,) “Bukankah Kami telah
mengukuhkan kedudukan mereka di tanah haram yang aman, yang didatangkan
ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) sebagai
rezeki (bagimu) dari sisi Kami?” Akan tetapi, kebanyakan mereka tidak
mengetahui.
Wa
kam ahlaknā min qaryatim baṭirat ma‘īsyatahā, fatilka masākinuhum lam
tuskam mim ba‘dihim illā qalīlā(n), wa kunnā naḥnul-wāriṡīn(a).
Betapa
banyak (penduduk) negeri yang telah Kami binasakan karena kesenangan
hidup membuatnya lalai. Maka, itulah tempat tinggal mereka yang tidak
didiami (lagi) setelah mereka, kecuali sebagian kecil. Kamilah yang
mewarisinya.565)
Catatan Kaki
565) Setelah penduduknya hancur, tempat itu menjadi kosong dan tidak dimakmurkan lagi sehingga akhirnya kembali kepada pemiliknya yang hakiki, Allah Swt.
Wa
mā kāna rabbuka muhlikal-qurā ḥattā yab‘aṡa fī ummihā rasūlay yatlū
‘alaihim āyātinā, wa mā kunnā muhlikil-qurā illā wa ahluhā ẓālimūn(a).
Tuhanmu
tidak akan membinasakan negeri-negeri, sebelum Dia mengutus seorang
rasul di ibukotanya yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka. Tidak
pernah (pula) Kami membinasakan (penduduk) negeri-negeri, kecuali
penduduknya dalam keadaan zalim.
Wa mā ūtītum min syai'in famatā‘ul-ḥayātid-dun-yā wa zīnatuhā, wa mā ‘indallāhi khairuw wa abqā, afalā ta‘qilūn(a).
Apa
pun yang dianugerahkan (Allah) kepadamu, itu adalah kesenangan hidup
duniawi dan perhiasannya, sedangkan apa yang di sisi Allah adalah lebih
baik dan lebih kekal. Apakah kamu tidak mengerti?
Maka,
apakah orang yang Kami janjikan kepadanya janji yang baik (surga) lalu
dia memperolehnya sama dengan orang yang Kami berikan kepadanya
kesenangan hidup duniawi566) kemudian pada hari Kiamat dia termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)?
Catatan Kaki
566) Mereka adalah orang yang diberi kenikmatan duniawi, tetapi tidak menggunakannya untuk mencari kebahagiaan akhirat. Di akhirat nanti dia akan diseret ke dalam neraka.
Orang-orang
yang sudah pasti akan mendapatkan hukuman (tokoh-tokoh musyrik)
berkata, “Ya Tuhan kami, mereka inilah orang-orang yang kami sesatkan
itu. Kami telah menyesatkan mereka sebagaimana kami (sendiri) sesat.
Kami menyatakan kepada Engkau berlepas diri (dari mereka). Mereka
sekali-kali tidaklah menyembah kami.”
Wa qīlad‘ū syurakā'akum fada‘auhum falam yastajībū lahum wa ra'awul-‘ażāb(a), lau annahum kānū yahtadūn(a).
Dikatakan
(kepada mereka), “Serulah sekutu-sekutumu.” Mereka pun menyerunya,
tetapi (yang diseru) tidak menyambutnya. Mereka melihat azab. (Mereka
berkeinginan) seandainya mereka dahulu (mau) menerima petunjuk.
Wa rabbuka yakhluqu mā yasyā'u wa yakhtār(u), mā kāna lahumul-khiyarah(tu), subḥānallāhi wa ta‘ālā ‘ammā yusyrikūn(a).
Tuhanmu
menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki. Sekali-kali tidak ada
pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi Dia dari apa yang
mereka persekutukan.
Wa huwallāhu lā ilāha illā huw(a), lahul-ḥamdu fil-ūlā wal-ākhirah(ti), wa lahul-ḥukmu wa ilaihi turja‘ūn(a).
Dialah
Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Bagi-Nya segala puji di dunia dan di
akhirat dan bagi-Nya (pula) segala putusan. Hanya kepada-Nya kamu
dikembalikan.
Qul
ara'aitum in ja‘alallāhu ‘alaikumul-laila sarmadan ilā yaumil-qiyāmati
man ilāhun gairullāhi ya'tīkum biḍiyā'(in), afalā tasma‘ūn(a).
Katakanlah
(Nabi Muhammad), “Bagaimana pendapatmu jika Allah menjadikan untukmu
malam itu terus-menerus sampai hari Kiamat? Siapakah Tuhan selain Allah
yang akan mendatangkan sinar terang kepadamu? Apakah kamu tidak
mendengar?”
Qul
ara'aitum in ja‘alallāhu ‘alaikumun-nahāra sarmadan ilā
yaumil-qiyāmati man ilāhun gairullāhi ya'tīkum bilailin taskunūna
fīh(i), afalā tubṣirūn(a).
Katakanlah
(Nabi Muhammad), “Bagaimana pendapatmu jika Allah menjadikan untukmu
siang itu terus-menerus sampai hari Kiamat? Siapakah Tuhan selain Allah
yang akan mendatangkan malam kepadamu sebagai waktu istirahatmu? Apakah
kamu tidak memperhatikan?”
Wa mir raḥmatihī ja‘ala lakumul-laila wan-nahāra litaskunū fīhi wa litabtagū min faḍlihī wa la‘allakum tasykurūn(a).
Berkat
rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang agar kamu beristirahat
pada malam hari, agar kamu mencari sebagian karunia-Nya (pada siang
hari), dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.
Wa naza‘nā min kulli ummatin syahīdan faqulnā hātū burhānakum fa‘alimū annal-ḥaqqa lillāhi wa ḍalla ‘anhum mā kānū yaftarūn(a).
Kami datangkan dari setiap umat seorang saksi,567)
lalu Kami katakan, “Kemukakanlah bukti kebenaranmu!” Maka, tahulah
mereka bahwa yang hak itu milik Allah dan lenyaplah dari mereka apa yang
dahulu mereka ada-adakan.
Catatan Kaki
567) Yang dimaksud dengan saksi pada ayat ini adalah rasul yang telah diutus kepada mereka ketika di dunia.
Inna
qārūna kāna min qaumi mūsā fabagā ‘alaihim, wa ātaināhu minal-kunūzi
mā inna mafātiḥahū latanū'u bil-‘uṣbati ulil-quwwah(ti), iż qāla lahū
qaumuhū lā tafraḥ, innallāha lā yuḥibbul-fariḥīn(a).
Sesungguhnya Qarun termasuk kaum Musa,568)
tetapi dia berlaku aniaya terhadap mereka. Kami telah menganugerahkan
kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul
oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata
kepadanya, “Janganlah engkau terlalu bangga. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.
Wabtagi
fīmā ātākallāhud-dāral-ākhirata wa lā tansa naṣībaka minad-dun-yā wa
aḥsin kama aḥsanallāhu ilaika wa lā tabgil-fasāda fil-arḍ(i), innallāha
lā yuḥibbul-mufsidīn(a).
Dan,
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala)
negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.
Berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Qāla
innamā ūtītuhū ‘alā ‘ilmin ‘indī, awalam ya‘lam annallāha qad ahlaka
min qablihī minal-qurūni man huwa asyaddu minhu quwwataw wa akṡaru
jam‘ā(n), wa lā yus'alu ‘an żunūbihimul-mujrimūn(a).
Dia
(Qarun) berkata, “Sesungguhnya aku diberi (harta) itu semata-mata
karena ilmu yang ada padaku.” Tidakkah dia tahu bahwa sesungguhnya Allah
telah membinasakan generasi sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan
lebih banyak mengumpulkan harta? Orang-orang yang durhaka itu tidak
perlu ditanya tentang dosa-dosa mereka.
Maka,
keluarlah dia (Qarun) kepada kaumnya dengan kemegahannya. Orang-orang
yang menginginkan kehidupan dunia berkata, “Andaikata kita mempunyai
harta kekayaan seperti yang telah diberikan kepada Qarun. Sesungguhnya
dia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.”
Wa qālal-lażīna ūtul-‘ilma wailakum ṡawābullāhi khairul liman āmana wa ‘amila ṣāliḥā(n), wa lā yulaqqāhā illaṣ-ṣābirūn(a).
Orang-orang
yang dianugerahi ilmu berkata, “Celakalah kamu! (Ketahuilah bahwa)
pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh.
(Pahala yang besar) itu hanya diperoleh orang-orang yang sabar.”
Fakhasafnā bihī wa bidārihil-arḍ(a), famā kāna lahū min fi'atiy yanṣurūnahū min dūnillāh(i), wa mā kāna minal-muntaṣirīn(a).
Lalu,
Kami benamkan dia (Qarun) bersama rumahnya ke dalam bumi. Maka, tidak
ada baginya satu golongan pun yang akan menolongnya selain Allah dan dia
tidak termasuk orang-orang yang dapat membela diri.
Wa
aṣbaḥal-lażīna tamannau makānahū bil-amsi yaqūlūna waika'annallāha
yabsuṭur-rizqa limay yasyā'u min ‘ibādihī wa yaqdir(u), lau lā am
mannallāhu ‘alainā lakhasafa binā, waika'annahū lā yufliḥul-kāfirūn(a).
Orang-orang
yang kemarin mengangan-angankan kedudukannya (Qarun) itu berkata,
“Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki
dari para hamba-Nya dan Dia (juga) yang menyempitkan (rezeki bagi
mereka). Seandainya Allah tidak melimpahkan karunia-Nya pada kita, tentu
Dia telah membenamkan kita pula. Aduhai, benarlah tidak akan beruntung
orang-orang yang ingkar (terhadap nikmat).”
Negeri
akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan
diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Kesudahan (yang baik, yakni
surga) itu (disediakan) bagi orang-orang yang bertakwa.
Man
jā'a bil-ḥasanati falahū khairum minhā, wa man jā'a bis-sayyi'ati falā
yujzal-lażīna ‘amilus-sayyi'āti illā mā kānū ya‘malūn(a).
Siapa
yang datang dengan (membawa) kebaikan, baginya (pahala) yang lebih baik
daripada kebaikannya itu. Siapa yang datang dengan (membawa) kejahatan,
maka orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu hanya diberi
balasan (seimbang) dengan apa yang selalu mereka kerjakan.
Innal-lażī faraḍa ‘alaikal-qur'āna larādduka ilā ma‘ād(in), qur rabbī a‘lamu man jā'a bil-hudā wa man huwa fī ḍalālim mubīn(in).
Sesungguhnya
(Allah) yang mewajibkan engkau (Nabi Muhammad untuk menyampaikan dan
berpegang teguh pada) Al-Qur’an benar-benar akan mengembalikanmu ke
tempat kembali.569)
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Tuhanku paling mengetahui siapa yang
membawa petunjuk dan siapa yang berada dalam kesesatan yang nyata.”
Catatan Kaki
569) Yang dimaksud dengan tempat kembali adalah kota Makkah. Allah Swt. berjanji bahwa Nabi Muhammad saw. akan kembali ke Makkah sebagai orang yang menang. Peristiwa ini terjadi pada tahun kedelapan Hijriah, pada waktu Nabi saw. menaklukkan Makkah. Inilah salah satu mukjizat Nabi Muhammad saw.
Wa mā kunta tarjū ay yulqā ilaikal-kitābu illā raḥmatam mir rabbika falā takūnanna ẓahīral lil-kāfirīn(a).
Engkau
tidak pernah mengharap agar Kitab (Al-Qur’an) itu diturunkan kepadamu,
tetapi ia (diturunkan) sebagai rahmat dari Tuhanmu. Oleh sebab itu,
janganlah engkau sekali-kali menjadi penolong bagi orang-orang kafir.
Wa lā yaṣuddunnaka ‘an āyātillāhi ba‘da iż unzilat ilaika wad‘u ilā rabbika wa lā takūnanna minal-musyrikīn(a).
Janganlah
mereka sekali-kali menghalang-halangi engkau untuk (menyampaikan)
ayat-ayat Allah setelah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu. Serulah
(manusia) agar (beriman) kepada Tuhanmu dan janganlah engkau sekali-kali
termasuk (golongan) orang-orang musyrik.
Wa
lā tad‘u ma‘allāhi ilāhan ākhar(a), lā ilāha illā huw(a), kullu syai'in
hālikun illā wajhah(ū), lahul-ḥukmu wa ilaihi turja‘ūn(a).
Jangan
(pula) engkau sembah Tuhan yang lain (selain Allah). Tidak ada tuhan
selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa, kecuali zat-Nya. Segala putusan
menjadi wewenang-Nya dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan.
Traktir creator minum kopi dengan cara memberi sedikit donasi. Silahkan Pilih Metode Pembayaran