Iż ra'ā nāran fa qāla li'ahlihimkuṡū innī ānastu nāral la‘allī ātīkum minhā biqabasin au ajidu ‘alan-nāri hudā(n).
(Ingatlah)
ketika dia (Musa) melihat api, lalu berkata kepada keluarganya,
“Tinggallah (di sini)! Sesungguhnya aku melihat api. Mudah-mudahan aku
dapat membawa sedikit nyala api kepadamu atau mendapat petunjuk di
tempat api itu.”
11
فَلَمَّآ اَتٰىهَا نُوْدِيَ يٰمُوْسٰٓى ۙ
Falammā atāhā nūdiya yā mūsā.
Ketika mendatanginya (tempat api), dia (Musa) dipanggil, “Wahai Musa.
Sesungguhnya
hari Kiamat itu (pasti) akan datang. Aku hampir (benar-benar)
menyembunyikannya. (Kedatangannya itu dimaksudkan) agar setiap jiwa
dibalas sesuai dengan apa yang telah dia usahakan.
Qāla hiya ‘aṣāy(a), atwakka'u ‘alaihā wa ahusysyu bihā ‘alā ganamī wa liya fīhā ma'āribu ukhrā.
(Musa)
berkata, “Ia adalah tongkatku. Aku (dapat) bersandar padanya,
merontokkan (daun-daun) dengannya untuk (makanan) kambingku, dan
memiliki keperluan lain padanya.”
19
قَالَ اَلْقِهَا يٰمُوْسٰى
Qāla alqihā yā mūsā.
(Allah) berfirman, “Lemparkanlah (tongkat) itu, wahai Musa!”
20
فَاَلْقٰىهَا فَاِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعٰى
Fa alqāhā fa iżā hiya ḥayyatun tas‘ā.
Maka, dia (Musa) melemparkannya. Tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat.
Aniqżifīhi
fit-tābūti faqżifīhi fil-yammi falyulqihil-yammu bis-sāḥili ya'khużhu
‘aduwwul lī wa ‘aduwwul lah(ū), wa alqaitu ‘alaika maḥabbatam minnī, wa
lituṣna‘a ‘alā ‘ainī.
(Ilham
itu adalah perintah Kami kepada ibumu,) ‘Letakkanlah dia (Musa) di
dalam peti, kemudian hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Maka, biarlah
(arus) sungai itu membawanya ke tepi. Dia akan diambil oleh (Fir‘aun)
musuh-Ku dan musuhnya.’ Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang
dari-Ku467) dan agar engkau diasuh di bawah pengawasan-Ku.
Catatan Kaki
467) Setiap orang yang memandang Nabi Musa a.s. akan merasakan cinta, kasih, dan sayang kepadanya.
Iż
tamsyī ukhtuka fa taqūlu hal adullukum ‘alā may yakfuluh(ū), fa
raja‘nāka ilā ummika kai taqarra ‘ainuhā wa lā taḥzan(a), wa qatalta
nafsan fa najjaināka minal-gammi wa fatannāka futūnā(n), fa labiṡta
sinīna fī ahli madyan(a), ṡumma ji'ta ‘alā qadariy yā mūsā.
Ketika
saudara perempuanmu berjalan (untuk mengawasi dan mengetahui berita),
dia berkata (kepada keluarga Fir‘aun), ‘Bolehkah saya menunjukkan
kepadamu orang yang akan memeliharanya?’ Maka, Kami mengembalikanmu
kepada ibumu agar senang hatinya dan tidak bersedih. Engkau pernah
membunuh seseorang (tanpa sengaja)468)
lalu Kami selamatkan engkau dari kesulitan (yang besar) dan Kami telah
mencobamu dengan beberapa cobaan (yang berat). Lalu, engkau tinggal
beberapa tahun di antara penduduk Madyan,469) kemudian engkau, wahai Musa, datang menurut waktu yang ditetapkan.
Catatan Kaki
468) Yang terbunuh adalah seorang bangsa Qibti yang sedang berkelahi dengan seorang Bani Israil sebagaimana yang dikisahkan dalam surah al-Qaṣaṣ (28): 15.
469) Nabi Musa a.s. melarikan diri dari Mesir ke Madyan. Di sana dia dinikahkan oleh Syekh Madyan dengan salah seorang putrinya dan menetap beberapa tahun lamanya.
Fa'tiyāhu
fa qūlā innā rasūlā rabbika fa arsil ma‘anā banī isrā'īl(a), wa lā
tu‘ażżibhum, qad ji'nāka bi'āyatim mir rabbik(a), was-salāmu ‘alā
manittaba‘al-hudā.
Maka,
datanglah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dan katakanlah, ‘Sesungguhnya
kami berdua adalah utusan Tuhanmu. Lepaskanlah Bani Israil bersama kami
dan janganlah engkau menyiksa mereka.470)
Sungguh, kami datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan
kami) dari Tuhanmu. Keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang
mengikuti petunjuk.
Catatan Kaki
470) Di Mesir, Bani Israil menjadi budak Fir‘aun. Mereka dipekerjakan untuk mendirikan bangunan-bangunan yang besar dan kota-kota secara paksa. Maka, Nabi Musa a.s. meminta agar Fir‘aun membebaskan mereka.
Innā qad ūḥiya ilainā annal-‘ażāba ‘alā man każżaba wa tawallā.
Sesungguhnya
telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) kepada siapa
pun yang mendustakan (para rasul) dan berpaling (dari tuntunannya).’”
49
قَالَ فَمَنْ رَّبُّكُمَا يٰمُوْسٰى
Qāla famar rabbukumā yā mūsā.
Dia (Fir‘aun) berkata, “Siapakah Tuhanmu berdua, wahai Musa?”
Dia
(Musa) menjawab, “Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah menganugerahkan
kepada segala sesuatu bentuk penciptaannya (yang layak), kemudian
memberinya petunjuk.”471)
Catatan Kaki
471) Yang dimaksud dengan petunjuk di sini adalah akal, insting (naluri), dan kodrat alamiah untuk kelanjutan hidupnya masing-masing.
51
قَالَ فَمَا بَالُ الْقُرُوْنِ الْاُوْلٰى
Qāla famā bālul-qurūnil-ūlā.
Dia (Fir‘aun) bertanya, “Bagaimana keadaan generasi terdahulu?”
Al-lażī
ja‘ala lakumul-arḍa mahdaw wa salaka lakum fīhā subulaw wa anzala
minas-samā'i mā'ā(n), fa akhrajnā bihī azwājam min nabātin syattā.
(Dialah
Tuhan) yang telah menjadikan bumi sebagai hamparan dan meratakan
jalan-jalan di atasnya bagimu serta menurunkan air (hujan) dari langit.”
Kemudian, Kami menumbuhkan dengannya (air hujan itu) beraneka macam
tumbuh-tumbuhan.
Wa laqad araināhu āyātinā kullahā fa każżaba wa abā.
Sungguh Kami benar-benar telah memperlihatkan kepadanya (Fir‘aun) tanda-tanda (kebesaran) Kami semuanya.472) Namun, dia mendustakan dan enggan (menerima kebenaran).
Catatan Kaki
472) Yang dimaksud dengan tanda-tanda di sini adalah tanda-tanda kenabian Nabi Musa a.s. Pada pertemuan Nabi Musa a.s. dengan Fir‘aun ini, mukjizat yang diperlihatkan baru dua, yaitu tongkat menjadi ular dan tangan Nabi Musa a.s. menjadi putih bercahaya.
Fa lana'tiyannaka bisiḥrim miṡlihī faj‘al bainanā wa bainaka mau‘idal lā nukhlifuhū naḥnu wa lā anta makānan suwā(n).
Kami
pun pasti akan mendatangkan sihir semacam itu kepadamu. Buatlah suatu
perjanjian antara kami dan engkau untuk (mengadakan) pertemuan yang
tidak akan kami dan engkau langgar di suatu tempat pertengahan (antara
kedua pihak).”
Qāla lahum mūsā wailakum lā taftarū ‘alallāhi każiban fa yusḥitakum bi‘ażab(in), wa qad khāba maniftarā.
Musa
berkata kepada mereka (para penyihir), “Celakalah kamu! Janganlah kamu
mengada-adakan kedustaan terhadap Allah, nanti Dia membinasakan kamu
dengan azab. Sungguh rugi orang yang mengada-adakan kedustaan.”
Qālū in hāżāni lasāḥirāni yurīdāni ay yukhrijākum min arḍikum bisiḥrihimā wa yażhabā biṭarīqatikumul-muṡlā.
Mereka
(para penyihir) berkata, “Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar
penyihir yang hendak mengusirmu dari negerimu dengan sihir mereka
berdua dan hendak melenyapkan adat kebiasaanmu yang utama.
Qāla bal alqū, fa iżā ḥibāluhum wa ‘iṣiyyuhum yukhayyalu ilaihi min siḥrihim annahā tas‘ā.
Dia
(Musa) berkata, “Silakan kamu melemparkan!” Tiba-tiba tali-temali dan
tongkat-tongkat mereka terbayang olehnya (Musa) seakan-akan ia
(ular-ular itu) merayap cepat karena sihir mereka.
67
فَاَوْجَسَ فِيْ نَفْسِهٖ خِيْفَةً مُّوْسٰى
Fa aujasa fī nafsihī khīfatam mūsā.
Maka, terlintaslah dalam hati Musa (perasaan) takut.
68
قُلْنَا لَا تَخَفْ اِنَّكَ اَنْتَ الْاَعْلٰى
Qulnā lā takhaf innaka antal-a‘lā.
Kami berfirman, “Jangan takut! Sesungguhnya engkaulah yang paling unggul.
Wa alqi mā fī yamīnika talqaf mā ṣana‘ū, innamā ṣana‘ū kaidu sāḥir(in), wa lā yufliḥus-sāḥiru ḥaiṡu atā.
Lemparkan
apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka
buat. Sesungguhnya apa yang mereka buat itu hanyalah tipu daya penyihir
(belaka). Tidak akan menang penyihir itu, dari mana pun ia datang.”
Qāla
āmantum lahū qabla an āżana lakum, innahū lakabīrukumul-lażī
‘allamakumus-siḥr(a), fa la'uqaṭṭi‘anna aidiyakum wa arjulakum min
khilāfiw wa la'uṣallibannakum fī jużū‘in-nakhl(i), wa lata‘lamunna
ayyunā asyaddu ‘ażābaw wa abqā.
Dia
(Fir‘aun) berkata, “Apakah kamu beriman kepadanya (Musa) sebelum aku
memberi izin kepadamu? Sesungguhnya dia itu pemimpinmu yang mengajarkan
sihir kepadamu. Sungguh, akan kupotong tangan-tangan dan kaki-kakimu
secara bersilang dan sungguh, akan aku salib kamu pada pangkal pohon
kurma. Sungguh, kamu pasti akan mengetahui siapa di antara kita yang
lebih keras dan lebih kekal siksaannya.”
Mereka
(para penyihir) berkata, “Kami tidak akan mengutamakanmu daripada
bukti-bukti nyata (mukjizat) yang telah datang kepada kami (melalui
Musa) dan daripada (Allah) yang telah menciptakan kami. Putuskanlah apa
yang hendak engkau putuskan! Sesungguhnya engkau hanya dapat memutuskan
(perkara) dalam kehidupan dunia ini.
Innā āmannā birabbinā liyagfira lanā khaṭāyānā wa mā akrahtanā ‘alaihi minas-siḥr(i), wallāhu khairuw wa abqā.
Sesungguhnya
kami telah beriman kepada Tuhan kami agar Dia mengampuni semua
kesalahan kami dan sihir yang telah engkau paksakan kepada kami. Allah
lebih baik dan lebih kekal.”
Innahū may ya'ti rabbahū mujriman fa inna lahū jahannam(a), lā yamūtu fīhā wa lā yaḥyā.
Sesungguhnya
siapa yang datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, (disediakan)
baginya (neraka) Jahanam. Dia tidak mati (sehingga terhindar dari azab)
di dalamnya dan tidak (pula) hidup (dengan layak dan nyaman).
Wa laqad auḥainā ilā mūsā an asri bi‘ibādī faḍrib lahum ṭarīqan fil-baḥri yabasā(n), lā takhāfu darakaw wa lā takhsyā.
Sungguh,
telah Kami wahyukan kepada Musa, “Pergilah bersama hamba-hamba-Ku (Bani
Israil) pada malam hari dan pukullah laut itu untuk menjadi jalan yang
kering bagi mereka473) tanpa rasa takut akan tersusul dan tanpa rasa khawatir (akan tenggelam).”
Catatan Kaki
473) Memukul laut itu dengan tongkat (lihat surah asy-Syu‘arā’ [26]: 63).
Fa atba‘ahum fir‘aunu bijunūdihī fa gasyiyahum minal-yammi mā gasyiyahum.
Fir‘aun
dengan bala tentaranya lalu mengejar mereka (Musa dan pengikutnya),
tetapi mereka (Fir‘aun dengan bala tentaranya) digulung ombak laut (yang
dahsyat) sehingga menenggelamkan mereka.
79
وَاَضَلَّ فِرْعَوْنُ قَوْمَهٗ وَمَا هَدٰى
Wa aḍalla fir‘aunu qaumahū wa mā hadā.
Fir‘aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi (mereka) petunjuk.
Yā banī isrā'īla qad anjainākum min ‘aduwwikum wa wā‘adnākum jānibaṭ-ṭūril-aimana wa nazzalnā ‘alaikumul-mannā was-salwā.
Wahai
Bani Israil, sungguh Kami telah menyelamatkanmu dari musuhmu,
mengadakan perjanjian denganmu (untuk bermunajat) di sebelah kanan
gunung itu (gunung Sinai), dan menurunkan kepadamu474) manna dan salwa.475)
Catatan Kaki
474) Ayat ini ditujukan kepada orang Yahudi pada zaman Nabi Muhammad saw., sedangkan yang dimaksud kamu pada ayat ini adalah nenek moyang mereka.
475) Lihat penjelasan tentang manna dan salwa pada catatan kaki surah al-Baqarah (2): 57.
Kulū min ṭayyibāti mā razaqnākum, wa lā taṭgau fīhi fa yaḥilla ‘alaikum gaḍabī, wa may yaḥlil ‘alaihi gaḍabī faqad hawā.
Makanlah
sebagian yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami anugerahkan
kepadamu. Janganlah melampaui batas yang menyebabkan kemurkaan-Ku akan
menimpamu. Siapa yang ditimpa kemurkaan-Ku, maka sungguh binasalah dia.
Fa
raja‘a mūsā ilā qaumihī gaḍbāna asifā(n), qāla yā qaumi alam ya‘idkum
rabbukum wa‘dan ḥasanā(n), afaṭāla ‘alaikumul-‘ahdu am arattum ay
yaḥilla ‘alaikum gaḍabum mir rabbikum fa akhlaftum mau‘idī.
Lalu,
Musa kembali kepada kaumnya dalam keadaan marah lagi sedih. Dia
berkata, “Wahai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu
suatu janji yang baik? Apakah masa perjanjian itu terlalu lama bagimu
atau kamu menghendaki agar kemurkaan Tuhan menimpamu sehingga kamu
melanggar perjanjianmu denganku?”
Qālū mā akhlafnā mau‘idaka bimalkinā wa lākinnā ḥummilnā auzāram min zīnatil-qaumi fa qażafnāhā fa każālika alqas-sāmiriyy(u).
Mereka
berkata, “Kami tidak melanggar perjanjian (dengan)-mu atas kemauan kami
sendiri. Akan tetapi, kami harus membawa beban berat476) berupa perhiasan kaum (Fir‘aun) itu. Kami kemudian melemparkannya (ke dalam perapian) dan demikian pula Samiri melemparkannya.477)
Catatan Kaki
476) Beban berat yang disebutkan dalam ayat ini dapat berarti berat dalam makna fisik dan dapat pula berarti beban dosa karena tidak mengembalikan perhiasan yang mereka pinjam dari penduduk Mesir.
477) Mereka disuruh membawa perhiasan emas milik orang-orang Mesir, lalu Samiri meminta mereka melemparkan perhiasan itu ke dalam api yang telah dinyalakannya dalam suatu lubang untuk dijadikan patung berbentuk anak sapi. Kemudian, mereka melemparkannya bersama-sama dengan Samiri.
Fa akhraja lahum ‘ijlan jasadal lahū khuwārun fa qālū hāżā ilāhukum wa ilāhu mūsā, fa nasiy(a).
(Dari perapian itu) kemudian dia (Samiri) mengeluarkan untuk mereka patung berwujud anak sapi yang bersuara.478) Mereka lalu berkata, “Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi dia (Musa) telah lupa (bahwa Tuhannya di sini).”
Afalā yarauna allā yarji‘u ilaihim qaulā(n), wa lā yamliku lahum ḍarraw wa lā naf‘ā(n).
Maka,
tidakkah mereka memperhatikan bahwa (patung anak sapi itu) tidak dapat
memberi jawaban kepada mereka dan tidak kuasa menolak mudarat maupun
mendatangkan manfaat kepada mereka?
Wa laqad qāla lahum hārūnu min qablu yā qaumi innamā futintum bih(ī), wa inna rabbakumur-raḥmānu fattabi‘ūnī wa aṭī‘ū amrī.
Sungguh,
sebelumnya Harun telah berkata kepada mereka, “Wahai kaumku,
sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengannya (patung anak sapi) dan
sesungguhnya Tuhanmu ialah (Allah) Yang Maha Pengasih. Maka, ikutilah
aku dan taatilah perintahku.”
Qāla yabna'umma lā ta'khuż biliḥyatī wa lā bira'sī, innī khasyītu an taqūla farraqta baina banī isrā'īla wa lam tarqub qaulī.
Dia
(Harun) menjawab, “Wahai putra ibuku, janganlah engkau tarik janggutku
dan jangan (pula engkau jambak rambut) kepalaku. Sesungguhnya aku
khawatir engkau akan berkata (kepadaku), ‘Engkau telah memecah belah
Bani Israil dan tidak memelihara amanatku.’”
95
قَالَ فَمَا خَطْبُكَ يٰسَامِرِيُّ
Qāla famā khaṭbuka yā sāmiriyy(u).
Dia (Musa) berkata, “Apa yang mendorongmu (berbuat demikian), wahai Samiri?”
Qāla baṣurtu bimā lam yabṣurū bihī fa qabaḍtu qabḍatam min aṡarir-rasūli fa nabażtuhā wa każālika sawwalat lī nafsī.
Dia
(Samiri) menjawab, “Aku melihat sesuatu yang tidak mereka lihat.
Kemudian, aku ambil segenggam (tanah) bekas jejak rasul (Jibril) lalu
aku lemparkan (ke dalam mulut patung anak sapi).479) Demikianlah nafsuku membujukku.”
Catatan Kaki
479) Menurut jumhur ulama, yang dimaksud dengan jejak rasul adalah jejak telapak kuda Jibril a.s. Pendapat ini menjelaskan bahwa Samiri mengambil segumpal tanah dari jejak telapak kuda itu lalu melemparkannya ke arah patung anak sapi yang berasal dari leburan perhiasan emas tadi sehingga patung itu mengeluarkan suara. Adapun sebagian kecil mufasir berpendapat bahwa jejak rasul di sini adalah ajaran-ajarannya. Menurut pemahaman ini, Samiri mengambil sebagian ajaran Nabi Musa a.s. kemudian meninggalkan ajaran-ajaran itu sehingga dia menjadi sesat.
Qāla
fażhab fa inna laka fil-ḥayāti an taqūla lā misās(a), wa inna laka
mau‘idal lan tukhlafah(ū), wanẓur ilā ilāhikal-lażī ẓalta ‘alaihi
‘ākifā(n), lanuḥarriqannahū ṡumma lanansifannahū fil-yammi nasfā(n).
Dia
(Musa) berkata (kepada Samiri), “Pergilah kau! Sesungguhnya di dalam
kehidupan (dunia) engkau (hanya dapat) mengatakan, ‘Jangan sentuh
(aku).’480) Engkau
pasti mendapat (hukuman) yang telah dijanjikan (di akhirat) yang tidak
akan dapat engkau hindari. Lihatlah tuhanmu itu yang tetap engkau
sembah. Kami pasti akan membakarnya, kemudian sungguh kami akan
menghamburkan (abu)-nya ke laut.”
Catatan Kaki
480) Larangan menyentuh Nabi Musa a.s. bertujuan agar Samiri hidup terpencil sebagai hukuman di dunia. Adapun sebagai hukuman di akhirat, dia akan ditempatkan di neraka.
Każālika naquṣṣu ‘alaika min ambā'i mā sabaq(a), wa qad ātaināka mil ladunnā żikrā(n).
Demikianlah
Kami kisahkan kepadamu (Nabi Muhammad) sebagian kisah umat yang
terdahulu dan sungguh, telah Kami anugerahkan kepadamu suatu peringatan
(Al-Qur’an) dari sisi Kami.
Naḥnu a‘lamu bimā yaqūlūna iż yaqūlu amṡaluhum ṭarīqatan il labiṡtum illā yaumā(n).
Kami lebih mengetahui apa yang akan mereka katakan, ketika orang yang paling lurus jalannya482) mengatakan, “Kamu tinggal (di dunia) tidak lebih dari sehari saja.”
Catatan Kaki
482) Maksudnya adalah orang yang lurus pikirannya atau amalnya di antara orang yang berdosa.
Pada
hari itu mereka mengikuti (panggilan) penyeru (Israfil) tanpa
berbelok-belok. Semua suara tunduk merendah kepada Tuhan Yang Maha
Pengasih, sehingga yang kamu dengar hanyalah bisik-bisik.
Ya‘lamu mā baina aidīhim wa mā khalfahum wa lā yuḥīṭūna bihī ‘ilmā(n).
Dia
(Allah) mengetahui apa yang di hadapan mereka (yang akan terjadi) dan
apa yang di belakang mereka (yang telah terjadi), sedangkan ilmu mereka
tidak dapat meliputi-Nya.
Wa may ya‘mal minaṣ-ṣāliḥāti wa huwa mu'minun falā yakhāfu ẓulmaw wa lā haḍmā(n).
Siapa
yang mengerjakan kebajikan dan dia (dalam keadaan) beriman, maka dia
tidak khawatir akan perlakuan zalim (terhadapnya) dan tidak (pula
khawatir) akan pengurangan haknya.
Wa każālika anzalnāhu qur'ānan ‘arabiyyaw wa ṣarrafnā fīhi minal-wa‘īdi la‘allahum yattaqūna au yuḥdiṡu lahum żikrā(n).
Demikianlah,
Kami menurunkan Al-Qur’an dalam bahasa Arab dan Kami telah menjelaskan
berulang-ulang di dalamnya sebagian dari ancaman agar mereka bertakwa
atau agar (Al-Qur’an) itu memberi pengajaran bagi mereka.
Fa ta‘ālallāhul-malikul-ḥaqq(u), wa lā ta‘jal bil-qur'āni min qabli ay yuqḍā ilaika waḥyuh(ū), wa qur rabbi zidnī ‘ilmā(n).
Maha
Tinggi Allah, Raja yang sebenar-benarnya. Janganlah engkau (Nabi
Muhammad) tergesa-gesa (membaca) Al-Qur’an sebelum selesai pewahyuannya
kepadamu483) dan katakanlah, “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku.”
Catatan Kaki
483) Nabi Muhammad saw. dilarang oleh Allah Swt. mengikuti bacaan Jibril kata demi kata sebelum Jibril selesai membacakannya agar beliau menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan. Allah Swt. menjamin bahwa beliau akan mampu menghafal ayat-ayat yang diturunkan kepadanya.
Wa laqad ‘ahidnā ilā ādama min qablu fa nasiya wa lam najid lahū ‘azmā(n).
Sungguh telah Kami perintahkan484)
Adam dahulu (agar tidak mendekati pohon keabadian), tetapi dia lupa dan
Kami tidak mendapati padanya tekad yang kuat (untuk menjauhi larangan).
Catatan Kaki
484) Pesan Allah Swt. ini tersebut dalam surah al-Baqarah (2): 35.
Fa qulnā yā ādamu inna hāżā ‘aduwwul laka wa lizaujika falā yukhrijannakumā minal-jannati fa tasyqā.
Kemudian
Kami berfirman, “Wahai Adam, sesungguhnya (Iblis) inilah musuh bagimu
dan bagi istrimu. Maka, sekali-kali jangan sampai dia mengeluarkan kamu
berdua dari surga. Kelak kamu akan menderita.
Fa waswasa ilaihisy-syaiṭānu qāla yā ādamu hal adulluka ‘alā syajaratil-khuldi wa mulkil lā yablā.
Maka,
setan membisikkan (pikiran jahat) kepadanya. Ia berkata, “Wahai Adam,
maukah aku tunjukkan kepadamu pohon khuldi (keabadian) dan kerajaan yang
tidak akan binasa?”
Fa
akalā minhā fa badat lahumā sau'ātuhumā wa ṭafiqā yakhṣifāni ‘alaihimā
miw waraqil-jannah(ti), wa ‘aṣā ādamu rabbahū fa gawā.
Lalu,
mereka berdua memakannya sehingga tampaklah oleh keduanya aurat mereka
dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga.
Adam telah melanggar (perintah) Tuhannya dan khilaflah dia.485)
Catatan Kaki
485) Yang dimaksud dengan melanggar (perintah) Tuhannya di sini ialah melanggar larangan Allah Swt. karena lupa atau tidak sengaja, sebagaimana disebutkan dalam ayat 115 surah ini. Adapun yang dimaksud khilaf adalah mengikuti apa yang dibisikkan setan. Meskipun tidak begitu besar menurut ukuran manusia biasa, kesalahan Nabi Adam a.s. sudah dinamai melanggar karena tingginya martabat Nabi Adam a.s. dan supaya menjadi teladan pula bagi para tokoh dan pemimpin agar menjauhi perbuatan-perbuatan yang terlarang, seberapa pun kecilnya.
122
ثُمَّ اجْتَبٰىهُ رَبُّهٗ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدٰى
Ṡummajtabāhu rabbuhū fa tāba ‘alaihi wa hadā.
Tuhannya kemudian memilihnya (menjadi rasul). Maka, Dia menerima tobatnya dan memberinya petunjuk.
Qālahbiṭā
minhā jamī‘am ba‘ḍukum liba‘ḍin ‘aduww(un), fa immā ya'tiyannakum minnī
hudā(n), fa manittaba‘a hudāya falā yaḍillu wa lā yasyqā.
Dia
(Allah) berfirman, “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama.
Sebagian kamu (Adam dan keturunannya) menjadi musuh bagi yang lain. Jika
datang kepadamu petunjuk dari-Ku, (ketahuilah bahwa) siapa yang
mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.
Wa man a‘raḍa ‘an żikrī fa inna lahū ma‘īsyatan ḍankaw wa naḥsyuruhū yaumal-qiyāmati a‘mā.
Siapa
yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan
yang sempit. Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan
buta.”
Qāla każālika atatka āyātunā fa nasītahā, wa każālikal-yauma tunsā.
Dia
(Allah) berfirman, “Memang seperti itulah (balasanmu). (Dahulu) telah
datang kepadamu ayat-ayat Kami, lalu engkau mengabaikannya. Begitu
(pula) pada hari ini engkau diabaikan.”
Wa każālika najzī man asrafa wa lam yu'mim bi'āyāti rabbih(ī), wa la‘ażābul-ākhirati asyaddu wa abqā.
Demikianlah
Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya pada
ayat-ayat Tuhannya. Sungguh, azab di akhirat itu lebih berat dan lebih
kekal.
Tidakkah
menjadi petunjuk bagi mereka (orang-orang musyrik) tentang berapa
banyak generasi sebelum mereka yang telah Kami binasakan, (padahal)
mereka melewati (bekas-bekas) tempat tinggal mereka (generasi itu)?
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi orang-orang yang berakal.
Wa lau lā kalimatun sabaqat mir rabbika lakāna lizāmaw wa ajalum musammā(n).
Seandainya tidak ada suatu ketetapan yang terdahulu dari Tuhanmu serta tidak ada ajal yang telah ditentukan (bagi mereka),486) pastilah (siksaan itu langsung menimpa mereka).
Catatan Kaki
486) Ajal yang ditentukan adalah waktu yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. untuk menurunkan azab.
Faṣbir
‘alā mā yaqūlūna wa sabbiḥ biḥamdi rabbika qabla ṭulū‘isy-syamsi wa
qabla gurūbihā, wa min ānā'il-laili fa sabbiḥ wa aṭrāfan-nahāri
la‘allaka tarḍā.
Maka,
bersabarlah engkau (Nabi Muhammad) atas apa yang mereka katakan dan
bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum matahari terbit dan sebelum
terbenam. Bertasbihlah (pula) pada waktu tengah malam dan di ujung siang
hari agar engkau merasa tenang.
Wa
lā tamuddanna ‘ainaika ilā mā matta‘nā bihī azwājam minhum
zahratal-ḥayātid-dun-yā, linaftinahum fīh(i), wa rizqu rabbika khairuw
wa abqā.
Janganlah
sekali-kali engkau tujukan pandangan matamu pada kenikmatan yang telah
Kami anugerahkan kepada beberapa golongan dari mereka (sebagai) bunga
kehidupan dunia agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. Karunia
Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal.
Perintahkanlah
keluargamu melaksanakan salat dan bersabarlah dengan sungguh-sungguh
dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu. Kamilah yang
memberi rezeki kepadamu. Kesudahan (yang baik di dunia dan akhirat)
adalah bagi orang yang bertakwa.
Wa qālū lau lā ya'tīnā bi'āyatim mir rabbih(ī), awalam ta'tihim bayyinatu mā fiṣ-ṣuḥufil-ūlā.
Mereka berkata, “Mengapa dia (Nabi Muhammad) tidak membawa tanda (mukjizat) kepada kami dari Tuhannya?”487) Bukankah telah datang kepada mereka bukti nyata yang tersebut di dalam kitab-kitab terdahulu?
Wa
lau annā ahlaknāhum bi‘ażābim min qablihī laqālū rabbanā lau lā arsalta
ilainā rasūlan fa nattabi‘a āyātika min qabli an nażilla wa nakhzā.
Seandainya
Kami binasakan mereka dengan suatu siksaan sebelum (bukti itu datang),
tentulah mereka berkata, “Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus
seorang rasul kepada kami sehingga kami mengikuti ayat-ayat-Mu sebelum
kami menjadi hina dan rendah?”
Qul kullum mutarabbiṣun fa tarabbaṣū, fa sata‘lamūna man aṣḥābuṣ-ṣirāṭis-sawiyyi wa manihtadā.
Katakanlah
(Nabi Muhammad), “Setiap (kita) menanti, maka menantilah! Kelak kamu
akan mengetahui siapa yang berada di jalan yang lurus dan siapa yang
telah mendapat petunjuk.”
Traktir creator minum kopi dengan cara memberi sedikit donasi. Silahkan Pilih Metode Pembayaran